Risalah Tauhid

Jumat, 28 Desember 2007

Makalah Mencari Tuhan

Makalah Mencari Tuhan


Oleh : M. Thoyib HM




Sahabat, seringkah anda dihampiri pertanyaan-pertanyaan seperti'untuk apa semua ini? Apakah makna hidup saya? Kenapa hidup saya terasa atar saja, berputar-putar dari hari ke hari? Hanya pergantian episodesenang dan sedih? Mengapa saya seperti dikuasai oleh kehidupan saya?' pun ulai muncul di hati anda.
Sebenarnya, Allah setiap saat 'memanggil-manggil' kita untuk kembali kepada-Nya. Dengan cara apa saja. Dia, dengan kasih sayang-Nya,terkadang membuat suasana kehidupan seorang anak manusia sedemikian rupasehingga kalbunya dibuat-Nya 'menoleh' kepada Allah. Hanya saja, teramatsedikit orang yang mendengarkan, atau berusaha mendengarkan,panggilan-Nya ini.Allah terkadang membuat kita terus menerus gelisah, atau terusmenerus mempertanyakan 'Siapa diri saya ini sebenarnya? Apa tujuan saya?
Apa makna kehidupan saya?,' dan sebagainya. Bukankah kegalauan semacam
ini adalah sebuah seruan, panggilan supaya kita mencari kesejatian?
Mencari kebenaran? Mencari 'Al-Haqq'? Allah, percayalah, akan selalu
menurunkan pancingan-pancingan pada manusia untuk mencari-Nya.

Dalam hal ini, Allah amatlah pengasih. Apakah seseorang percaya
kepada-Nya atau tidak, beragama atau tidak, Dia tidak pandang bulu.
Apakah seseorang membaca kitab-Nya atau tidak, percaya pada para
utusan-Nya ataupun tidak, semua orang pernah dipanggil-Nya dengan cara
seperti ini. Setiap orang pasti dipanggil-Nya seperti ini untuk mencari
kesejatian, untuk mencari hakikat kehidupan.

Bentuk 'pancingan' semacam ini pula yang dialami oleh para pencari,
maupun para Nabi. Nabi Ibrahim yang gelisah dan mencari tempat mengabdi
(ilah), yang diabadikan dalam QS 6:74-79. Juga kita lihat Nabi Musa,
misalnya. Setelah hanyut di sungai nil, dia dibesarkan oleh salah seorang
maha raja yang terbesar sepanjang sejarah, Ramses I. Hidup dalam
kemewahan, kecukupan, hanya bersenang-senang. Tapi dia selalu 'galau'
ketika melihat di sekelilingnya, bangsa Bani Israil, yang ketika itu
menjadi warga mesir kelas rendahan, sebagai budak. Dia yang hidup dengan
ayahnya Ramses I, tentunya setiap hari melihat sisi kemanusiaan ayahnya,
normal saja. Dia mungkin hanya sedikit heran mengapa masyarakat mesir mau
menyembah ayahnya.

Hanya saja, kadang kemewahan, kenyamanan, mengubur harta kita yang
sangat berharga itu: potensi kita untuk mencari siapakah diri kita
sebenarnya. Kita disibukkan oleh pekerjaan, dibuai oleh kesibukan,
mengejar kesuksesan kerja, atau ditipu oleh dalih mengejar karir atau
sekolah, atau nyaman bersama keluarga. Sangat sering, ketika hal ini
terjadi, pertanyaan-pertanyaan esensial seperti itu, yaitu potensi
pencarian kebenaran yang kita bawa sejak lahir, yang ketika kanak-kanak
sangat nyata, terkubur dan terlupakan begitu saja seiring waktu kita
menjadi semakin dewasa. Padahal, itu adalah 'potensi mencari Allah' yang
Dia bekali untuk kita ketika lahir. Bukan berarti kita harus meninggalkan
semua itu, bukan sama sekali. Tapi, jangan biarkan semua itu
menenggelamkan potensi pencarian kebenaran yang telah Allah turunkan pada
kita semenjak lahir.

Ketika kita tenggelam dalam dunia seperti itu, kita bahkan tidak
menyadari bahwa kehidupan kita berputar-putar saja dari hari ke hari.
Sekolah, mengejar karir, pergi pagi pulang sore, terima gaji, menikah,
membesarkan anak, menyekolahkan anak, pensiun, dan seterusnya setiap
hari, selama bertahun-tahun. Apakah hanya itu? Bukankah kita tanpa sadar
telah terjebak kepada pusaran kehidupan yang terus berputar-putar saja,
tanpa makna? Celakanya, kita mencetak anak-anak kita untuk mengikuti pola
yang sama dengan kita. Pada saatnya nanti, mungkin hidup mereka pun akan
mengulangi putaran-putaran tanpa makna yang pernah kita tempuh.

Sangat jarang orang yang potensi pencariannya akan Allah belum
terkubur. Dalam hal ini, jika kita masih saja gelisah mencari makna
kehidupan, maka kegelisahan kita merupakan hal yang perlu disyukuri.

Berapa orang, sahabat, yang masih mau mendengarkan kegelisahannya
sendiri? Padahal kegelisahannya itu merupakan rembesan dari jiwa yang
menjerit tidak ingin terkubur dalam kehidupan dunia. Dia 'menjerit' ingin
mencari Al-Haqq, dan 'rembesannya' kadang naik ke permukaan dalam bentuk
kegelisahan.

Sayang, sebagian orang segera membantai kegelisahannya, potensi
pencarian kebenarannya ini, justru pada saat ketika ia timbul; karena
secara psikologis hal ini memang terasa tidak nyaman. Maka untuk
melupakannya, ia semakin menenggelamkan diri lebih dalam lagi dalam
pekerjaannya, kesibukannya, bersenang-senang, atau berdalih menutupi
kegelisahannya dengan berusaha lebih lagi mencintai istri dan anak, atau
keluarga, menenggelamkan diri dalam keasyikan hobi… dan sebagainya.

Atau, membantainya dengan kesenangan spiritual sesaat, seperti
datang ke pengajian bukan dengan niat mencariNya tapi hanya untuk
melenyapkan kegelisahannya, seperti obat sakit kepala saja. Kegelisahan
hilang, dia pun pergi lagi.. Atau juga dengan mengindoktrinasi dirinya:
"Manusia diciptakan untuk beribadah!! Segala jawaban telah ada di
Qur'an!!" Oke, tapi ibadah yang seperti apa? Bisakah kita benar-benar
beribadah, tanpa mengetahui maknanya? Atau lebih jauh lagi, mampukah ia
menjangkau makna Qur'an?

Beranikah kita jujur pada diri kita sendiri: Jika qur'an benar,
mengapa kegelisahannya tidak hilang? Mengapa qur'an seperti kitab suci
yang tidak teratur susunannya? Mengapa ayatnya kadang melompat-lompat,
dari satu topik ke yang lainnya secara mendadak? Jika kita beriman,
apakah iman itu? Apakah takwa itu? Apakah Lauhul Mahfudz? Apakah Ad-diin?
Apakah Shiratal Mustaqim? Jalan yang lurus yang bagaimana? Mengapa qur'an
terasa abstrak dan tak terjangkau makna sebenarnya? Ini sebenarnya
pertanyaan-pertanyaan jujur, dan sama sekali bukan menghakimi qur'an.

Kadang orang terus saja mengindoktrinasi dirinya sendiri, padahal
qur'an sendiri menyatakan bahwa tidak ada yang mampu menjangkaunya selain
orang-orang yang disucikan/ mutahhiriin, (QS 56:77-79).

[Q.S. 56] "Sesungguhnya Al Qur'an ini adalah bacaan yang sangat
mulia (77). Pada kitab yang terpelihara (78). Dan tidak menyentuhnya
kecuali hamba-hamba yang disucikan/ muthahhiriin (79)."

Apakah dia berani yakin bahwa dia adalah seorang yang telah
disucikan, sehingga makna qur'an telah terbentang begitu jelas
dihadapannya? Jika demikian, apa gunanya pernyataan : "Semua jawaban
telah ada di Qur'an" baginya? Apakah ia akan terus saja membohongi diri
dengan membaca terjemahan qur'an dan memaksakan diri meyakini bahwa ia
telah mendapatkan maknanya?

Jeritan jiwanya tersebut ia timbun dengan segala cara. Ia tidak
ingin mendengarkannya. Hal ini, sudah barang tentu akan membuat seseorang
semakin terperangkap saja dalam rutinitasnya, dan semakin terkuburlah
potensi pencariannya akan kebenaran. Padahal seharusnya 'jeritan jiwa'
tersebut didengarkan. Jika anak kita menangis karena lapar, apakah kita
akan pergi bersenang-senang untuk melupakannya, dan berharap anak kita
akan berhenti menangis dengan sendirinya? Bukankah seharusnya kita
mencari tahu, kenapa anak kita menangis?

Kembali kepada kisah Musa as. Demikian pula Musa, ia pun,
sebagaimana kita semua, sejak kecil dibekali pertanyaan-pertanyaan dari
dalam dirinya. Dibekali kegelisahan pencarian kebenaran. Bibit-bibitnya
ada. Allah, untuk menumbuhkan bibit-bibit pencariannya itu supaya tidak
terkubur dalam kemewahan kehidupan istana, menyiramnya dengan kebingungan
yang lebih besar lagi.

Ia dipaksa-Nya menelan kenyataan bahwa ayahnya pernah membantai
jutaan bayi lelaki Bani Israil. Ia dipaksaNya menelan kenyataan bahwa
ayahnya menganggap Bani Israil adalah warga kelas dua yang rendah, bodoh,
dan memang patut diperbudak. Puncaknya, ia dipaksaNya menelan kenyataan
bahwa dirinya sendiri ternyata merupakan seorang anak Bani Israil,
keturunan warga budak kelas dua, yang dipungut dari sungai Nil. Pada saat
ini, pada diri seorang Pangeran Musa lenyaplah sudah harga dirinya.
Hancur semua masa lalunya. Dia seorang tanpa sejarah diri sekarang.
Ditambah lagi ia telah membunuh seorang lelaki, maka larilah ia
terlunta-lunta, menggelandang di padang pasir, mempertanyakan siapa
dirinya sebenarnya.

Justru, pada saat inilah ia berangkat dengan pertanyaan terpenting
bagi seorang pejalan suluk, yang telah tumbuh disiram subur oleh Allah
dengan air kegalauan: "Siapa diriku sebenarnya?".

Pertanyaan ini telah tumbuh kokoh dalam diri Musa as., dan
sebagaimana kita semua mengetahui kisah lanjutannya, di ujung padang
pasir Madyan ada seorang pembimbing untuk menempuh jalan menuju Allah
ta'ala, yaitu Nabi Syu'aib as, yang lalu menyuruh anaknya untuk menjemput
Musa dan membawa Musa kepadanya.

Di bawah bimbingannya, Musa dididik menempuh jalan taubat, supaya
"arafa nafsahu", untuk "arif akan nafs (jiwa)-nya sendiri". Dan dengan
bimbingan Syu'aib akhirnya ia mengerti dengan sebenar-benarnya (ia telah
'arif), bahwa dirinya diciptakan Allah sebagai seorang Rasul bagi bangsa
Bani Israil, bukan sebagai seorang pangeran Mesir. Ia menemukan kembali
misi hidupnya, tugas kelahirannya yang untuk apa Allah telah
menciptakannya. Ia telah menemukan untuk apa dia diciptakan, yang
disabdakan oleh Rasulullah SAW: "Setiap orang dimudahkan untuk
mengerjakan apa yang telah Dia ciptakan untuk itu." (Shahih Bukhari no.
2026)

Maka dari itu, sahabat-sahabat, jika ada diantara anda yang mungkin
ingin sekali bertemu seorang guru sejati, atau seorang mursyid yang Haqq
untuk minta bimbingannya, maka terlebih dahulu anda harus benar-benar
mencari Allah, mencari kebenaran, mencari Al-Haqq. Pertanyaan "Siapakan
aku? Untuk apa aku diciptakan?" harus benar-benar telah tumbuh dalam diri
kita (dan itu pun bukan menjadi jaminan bahwa perjalanannya akan
berhasil). Anda memang telah benar-benar butuh jawaban dari
pertanyaan-pertanyaan itu. Jika tidak demikian, atau jika belum merasa
benar-benar membutuhkan, percayalah, tidak akan ada seorang mursyid
sejati yang akan mengutus anak-anaknya untuk menjemput anda.

"Man 'arafa nafsahu, faqad 'arafa rabbahu", bukan semata-mata
artinya "siapa yang mengenal dirinya, maka mengenal Tuhannya." Kata "
'Arafa", juga "Ma'rifat," berasal dari kata 'arif, yang bermakna
'sepenuhnya memahami', 'mengetahui kebenarannya dengan sebenar-benarnya';
dan bukan sekedar mengetahui. dan nafsahu berasal dari kata 'nafs', salah
satu dari tiga unsur yang membentuk manusia (Jasad, nafs, dan ruh).

Jadi, kurang lebih maknanya adalah "barangsiapa yang 'arif
(sebenar-benarnya telah mengetahui) akan nafs-nya, maka akan 'arif pula
akan Rabbnya". Jalan untuk mengenal kebenaran hakiki, mengenal Allah,
hanyalah dengan mengenal nafs terlebih dahulu.

Setelah arif akan nafs kita sendiri, lalu 'arif akan Rabb kita,
maka setelah itu kita baru bisa memulai melangkah di atas 'Ad-diin'.

'Arif akan Rabb, atau dalam bahasa Arab disebut 'Ma'rifatullah'
(meng- 'arifi Allah dengan sebenar-benarnya), sebenarnya barulah –awal–
perjalanan, bukan tujuan akhir perjalanan sebagaimana dipahami kebanyakan
orang. Salah seorang sahabat Rasul selalu mengatakan kalimatnya yang
terkenal: "Awaluddiina ma'rifatullah", Awalnya diin adalah ma'rifat
(meng-'arif-i) Allah.

Sejarah Syekh Siti Jenar

Sejarah Singkat Syekh Siti Jenar

Oleh :

M. Thoyib HM


Saat Pemerintahan Kerajaan Islam Sultan Bintoro Demak I (1499)

Kehadiran Syekh Siti Jenar ternyata menimbulkan kontraversi, apakah benar ada atau hanya tokoh imajiner yang direkayasa untuk suatu kepentingan politik. Tentang ajarannya sendiri, sangat sulit untuk dibuat kesimpulan apa pun, karena belum pernah diketemukan ajaran tertulis yang membuktikan bahwa itu tulisan Syekh Siti Jenar, kecuali menurut para penulis yang identik sebagai penyalin yang berakibat adanya berbagai versi. Tapi suka atau tidak suka, kenyataan yang ada menyimpulkan bahwa Syekh Siti Jenar dengan falsafah atau faham dan ajarannya sangat terkenal di berbagai kalangan Islam khususnya orang Jawa, walau dengan pandangan berbeda-beda.
Pandangan Syekh Siti Jenar yang menganggap alam kehidupan manusia di dunia sebagai kematian, sedangkan setelah menemui ajal disebut sebagai kehidupan sejati, yang mana ia adalah manusia dan sekaligus Tuhan, sangat menyimpang dari pendapat Wali Songo, dalil dan hadits, sekaligus yang berpedoman pada hukum Islam yang bersendikan sebagai dasar dan pedoman kerajaan Demak dalam memerintah yang didukung oleh para Wali. Siti Jenar dianggap telah merusakketenteraman dan melanggar peraturan kerajaan, yang menuntun dan membimbing orang secara salah, menimbulkan huru-hara, merusak kelestarian dan keselamatan sesama manusia. Oleh karena itu, atas legitimasi dari Sultan Demak, diutuslah beberapa Wali ke tempat Siti Jenar di suatu daerah (ada yang mengatakan desa Krendhasawa), untuk membawa Siti Jenar ke Demak atau memenggal kepalanya. Akhirnya Siti Jenar wafat (ada yang mengatakan dibunuh, ada yang mengatakan bunuh diri).

Akan tetapi kematian Siti Jenar juga bisa jadi karena masalah politik, berupa perebutan kekuasaan antara sisa-sisa Majapahit non Islam yang tidak menyingkir ke timur dengan kerajaan Demak, yaitu antara salah satu cucu Brawijaya V yang bernama Ki Kebokenongo/Ki Ageng Pengging dengan salah satu anak Brawijaya V yang bernama Jin Bun/R. Patah yang memerintah kerajaan Demak dengan gelar Sultan Bintoro Demak I, dimana Kebokenongo yang beragama Hindu-Budha beraliansi dengan Siti Jenar yang beragama Islam.

Nama lain dari Syekh Siti Jenar antara lain Seh Lemahbang atau Lemah Abang, Seh Sitibang, Seh Sitibrit atau Siti Abri, Hasan Ali Ansar dan Sidi Jinnar. Menurut Bratakesawa dalam bukunya Falsafah Siti Djenar (1954) dan buku Wejangan Wali Sanga himpunan Wirjapanitra, dikatakan bahwa saat Sunan Bonang memberi pelajaran iktikad kepada Sunan Kalijaga di tengah perahu yang saat bocor ditambal dengan lumpur yang dihuni cacing lembut, ternyata si cacing mampu dan ikut berbicara sehingga ia disabda Sunan Bonang menjadi manusia, diberi nama Seh Sitijenar dan diangkat derajatnya sebagai Wali.

Dalam naskah yang tersimpan di Musium Radyapustaka Solo, dikatakan bahwa ia berasal dari rakyat kecil yang semula ikut mendengar saat Sunan Bonang mengajar ilmu kepada Sunan kalijaga di atas perahu di tengah rawa. Sedangkan dalam buku Sitijenar tulisan Tan Koen Swie (1922), dikatakan bahwa Sunan Giri mempunyai murid dari negeri Siti Jenar yang kaya kesaktian bernama Kasan Ali Saksar, terkenal dengan sebutan Siti Jenar (Seh Siti Luhung/Seh Lemah Bang/Lemah Kuning), karena permohonannya belajar tentang makna ilmu rasa dan asal mula kehidupan tidak disetujui Sunan Bonang, maka ia menyamar dengan berbagai cara secara diam-diam untuk mendengarkan ajaran Sunan Giri. Namun menurut Sulendraningrat dalam bukunya Sejarah Cirebon (1985) dijelaskan bahwa Syeh Lemahabang berasal dari Bagdad beraliran Syi’ah Muntadar yang menetap di Pengging Jawa Tengah dan mengajarkan agama kepada Ki Ageng Pengging (Kebokenongo) dan masyarakat, yang karena alirannya ditentang para Wali di Jawa maka ia dihukum mati oleh Sunan Kudus di Masjid Sang Cipta Rasa (Masjid Agung Cirebon) pada tahun 1506 Masehi dengan Keris Kaki Kantanaga milik Sunan Gunung Jati dan dimakamkan di Anggaraksa/Graksan/Cirebon.

Informasi tambahan di sini, bahwa Ki Ageng Pengging (Kebokenongo) adalah cucu Raja Brawijaya V (R. Alit/Angkawijaya/Kertabumi yang bertahta tahun 1388), yang dilahirkan dari putrinya bernama Ratu Pembayun (saudara dari Jin Bun/R. Patah/Sultan Bintoro Demak I yang bertahta tahun 1499) yang dinikahi Ki Jayaningrat/Pn. Handayaningrat di Pengging. Ki Ageng Pengging wafat dengan caranya sendiri setelah kedatangan Sunan Kudus atas perintah Sultan Bintoro Demak I untuk memberantas pembangkang kerajaan Demak. Nantinya, di tahun 1581, putra Ki Ageng Pengging yaitu Mas Karebet, akan menjadi Raja menggantikan Sultan Demak III (Sultan Demak II dan III adalah kakak-adik putra dari Sultan Bintoro Demak I) yang bertahta di Pajang dengan gelar Sultan Hadiwijoyo Pajang I.

Keberadaan Siti Jenar diantara Wali-wali (ulama-ulama suci penyebar agama Islam yang mula-mula di Jawa) berbeda-beda, dan malahan menurut beberapa penulis ia tidak sebagai Wali. Mana yang benar, terserah pendapat masing-masing. Sekarang mari kita coba menyoroti falsafah/faham/ajaran Siti Jenar.

Konsepsi Ketuhanan, Jiwa, Alam Semesta, Fungsi Akal dan Jalan Kehidupan dalam pandangan Siti Jenar dalam buku Falsafah Siti Jenar tulisan Brotokesowo (1956) yang berbentuk tembang dalam bahasa Jawa, yang sebagian merupakan dialog antara Siti Jenar dengan Ki Ageng Pengging, yaitu kira-kira:

Siti Jenar yang mengaku mempunyai sifat-sifat dan sebagai dzat Tuhan, dimana sebagai manusia mempunyai 20 (dua puluh) atribut/sifat yang dikumpulkan di dalam budi lestari yang menjadi wujud mutlak dan disebut dzat, tidak ada asal-usul serta tujuannya;

Hyang Widi sebagai suatu ujud yang tak tampak, pribadi yang tidak berawal dan berakhir, bersifat baka, langgeng tanpa proses evolusi, kebal terhadap sakit dan sehat, ada dimana-mana, bukan ini dan itu, tak ada yang mirip atau menyamai, kekuasaan dan kekuatannya tanpa sarana, kehadirannya dari ketiadaan, luar dan dalam tiada berbeda, tidak dapat diinterpretasikan, menghendaki sesuatu tanpa dipersoalkan terlebih dahulu, mengetahui keadaan jauh diatas kemampuan pancaindera, ini semua ada dalam dirinya yang bersifat wujud dalam satu kesatuan, Hyang Suksma ada dalam dirinya;

Siti Jenar menganggap dirinya inkarnasi dari dzat yang luhur, bersemangat, sakti, kebal dari kematian, manunggal dengannya, menguasai ujud penampilannya, tidak mendapat suatu kesulitan, berkelana kemana-mana, tidak merasa haus dan lesu, tanpa sakit dan lapar, tiada menyembah Tuhan yang lain kecuali setia terhadap hati nurani, segala sesuatu yang terjadi adalah ungkapan dari kehendak dzat Allah;
Segala sesuatu yang terjadi adalah ungkapan dari kehendak dzat Allah, maha suci, sholat 5 (lima) waktu dengan memuji dan dzikir adalah kehendak pribadi manusia dengan dorongan dari badan halusnya, sebab Hyang Suksma itu sebetulnya ada pada diri manusia;

Wujud lahiriah Siti jenar adalah Muhammad, memiliki kerasulan, Muhammad bersifat suci, sama-sama merasakan kehidupan, merasakan manfaat pancaindera;

Kehendak angan-angan serta ingatan merupakan suatu bentuk akal yang tidak kebal atas kegilaan, tidak jujur dan membuat kepalsuan demi kesejahteraan pribadi, bersifat dengki memaksa, melanggar aturan, jahat dan suka disanjung, sombong yang berakhir tidak berharga dan menodai penampilannya;

Bumi langit dan sebagainya adalah kepunyaan seluruh manusia, jasad busuk bercampur debu menjadi najis, nafas terhembus di segala penjuru dunia, tanah dan air serta api kembali sebagai asalnya, menjadi baru;

Dalam buku Suluk Wali Sanga tulisan R. Tanojo dikatakan bahwa :

Tuhan itu adalah wujud yang tidak dapat di lihat dengan mata, tetapi dilambangkan seperti bintang bersinar cemerlang yang berwujud samar-samar bila di lihat, dengan warna memancar yang sangat indah;

Siti Jenar mengetahui segala-galanya sebelum terucapkan melebihi makhluk lain ( kawruh sakdurunge minarah), karena itu ia juga mengaku sebagai Tuhan;

Sedangkan mengenai dimana Tuhan, dikatakan ada di dalam tubuh, tetapi hanya orang terpilih (orang suci) yang bisa melihatnya, yang mana Tuhan itu (Maha Mulya) tidak berwarna dan tidak terlihat, tidak bertempat tinggal kecuali hanya merupakan tanda yang merupakan wujud Hyang Widi;

Hidup itu tidak mati dan hidup itu kekal, yang mana dunia itu bukan kehidupan (buktinya ada mati) tapi kehidupan dunia itu kematian, bangkai yang busuk, sedangkan orang yang ingin hidup abadi itu adalah setelah kematian jasad di dunia;
Jiwa yang bersifat kekal/langgeng setelah manusia mati (lepas dari belenggu badan manusia) adalah suara hati nurani, yang merupakan ungkapan dari dzat Tuhan dan penjelmaan dari Hyang Widi di dalam jiwa dimana raga adalah wajah Hyang Widi, yang harus ditaati dan dituruti perintahnya.

Dalam buku Bhoekoe Siti Djenar karya Tan Khoen Swie (1931) dikatakan bahwa :

Saat diminta menemui para Wali, dikatakan bahwa ia manusia sekaligus Tuhan, bergelar Prabu Satmata;

Ia menganggap Hyang Widi itu suatu wujud yang tak dapat dilihat mata, dilambangkan seperti bintang-bintang bersinar cemerlang, warnanya indah sekali, memiliki 20 (dua puluh) sifat (antara lain : ada, tak bermula, tak berakhir, berbeda dengan barang yang baru, hidup sendiri dan tanpa bantuan sesuatu yang lain, kuasa, kehendak, mendengar, melihat, ilmu, hidup, berbicara) yang terkumpul menjadi satu wujud mutlak yang disebut DZAT dan itu serupa dirinya, jelmaan dzat yang tidak sakit dan sehat, akan menghasilkan perwatakan kebenaran, kesempurnaan, kebaikan dan keramah-tamahan;

Tuhan itu menurutnya adalah sebuah nama dari sesuatu yang asing dan sulit dipahami, yang hanya nyata melalui kehadiran manusia dalam kehidupan duniawi.

Menurut buku Pantheisme en Monisme in de Javaavsche tulisan Zoetmulder, SJ.(1935) dikatakan bahwa Siti Jenar memandang dalam kematian terdapat sorga neraka, bahagia celaka ditemui, yakni di dunia ini. Sorga neraka sama, tidak langgeng bisa lebur, yang kesemuanya hanya dalam hati saja, kesenangan itu yang dinamakan sorga sedangkan neraka, yaitu sakit di hati. Namun banyak ditafsirkan salah oleh para pengikutnya, yang berusaha menjalani jalan menuju kehidupan (ngudi dalan gesang) dengan membuat keonaran dan keributan dengan cara saling membunuh, demi mendapatkan jalan pelepasan dari kematian.

Siti Jenar yang berpegang pada konsep bahwa manusia adalah jelmaan dzat Tuhan, maka ia memandang alam semesta sebagai makrokosmos sama dengan mikrokosmos. Manusia terdiri dari jiwa dan raga yang mana jiwa sebagai penjelmaan dzat Tuhan dan raga adalah bentuk luar dari jiwa dengan dilengkapi pancaindera maupun berbagai organ tubuh. Hubungan jiwa dan raga berakhir setelah manusia mati di dunia, menurutnya sebagai lepasnya manusia dari belenggu alam kematian di dunia, yang selanjutnya manusia bisa manunggal dengan Tuhan dalam keabadian.

Siti Jenar memandang bahwa pengetahuan tentang kebenaran Ketuhanan diperoleh manusia bersamaan dengan penyadaran diri manusia itu sendiri, karena proses timbulnya pengetahuan itu bersamaan dengan proses munculnya kesadaran subyek terhadap obyek (proses intuitif). Menurut Widji Saksono dalam bukunya Al-Jami’ah (1962) dikatakan bahwa wejangan pengetahuan dari Siti jenar kepada kawan-kawannya ialah tentang penguasaan hidup, tentang pintu kehidupan, tentang tempat hidup kekal tak berakhir di kelak kemudian hari, tentang hal mati yang dialami di dunia saat ini dan tentang kedudukannya yang Mahaluhur. Dengan demikian tidaklah salah jika sebagian orang ajarannya merupakan ajaran kebatinan dalam artian luas, yang lebih menekankan aspek kejiwaan dari pada aspek lahiriah, sehingga ada juga yang menyimpulkan bahwa konsepsi tujuan hidup manusia tidak lain sebagai bersatunya manusia dengan Tuhan (Manunggaling Kawula-Gusti).

Dalam pandangan Siti Jenar, Tuhan adalah dzat yang mendasari dan sebagai sebab adanya manusia, flora, fauna dan segala yang ada, sekaligus yang menjiwai segala sesuatu yang berwujud, yang keberadaannya tergantung pada adanya dzat itu. Ini dibuktikan dari ucapan Siti Jenar bahwa dirinya memiliki sifat-sifat dan secitra Tuhan/Hyang Widi.

Namun dari berbagai penulis dapat diketahui bahwa bisa jadi benturan kepentingan antara kerajaan Demak dengan dukungan para Wali yang merasa hegemoninya terancam yang tidak hanya sebatas keagamaan (Islam), tapi juga dukungan nyata secara politis tegaknya pemerintahan Kesultanan di tanah Jawa (aliansi dalam bentuk Sultan mengembangkan kemapanan politik sedang para Wali menghendaki perluasan wilayah penyebaran Islam).
Dengan sisa-sisa pengikut Majapahit yang tidak menyingkir ke timur dan beragama Hindu-Budha yang memunculkan tokoh kontraversial beserta ajarannya yang dianggap “subversif” yaitu Syekh Siti Jenar (mungkin secara diam-diam Ki Kebokenongo hendak mengembalikan kekuasaan politik sekaligus keagamaan Hindu-Budha sehingga bergabung dengan Siti jenar).

Bisa jadi pula, tragedi Siti Jenar mencerminkan perlawanan kaum pinggiran terhadap hegemoni Sultan Demak yang memperoleh dukungan dan legitimasi spiritual para Wali yang pada saat itu sangat berpengaruh. Disini politik dan agama bercampur-aduk, yang mana pasti akan muncul pemenang, yang terkadang tidak didasarkan pada semangat kebenaran.

Kaitan ajaran Siti Jenar dengan Manunggaling Kawula-Gusti seperti dikemukakan di atas, perlu diinformasikan di sini bahwa sepanjang tulisan mengenai Siti Jenar yang diketahui, tidak ada secara eksplisit yang menyimpulkan bahwa ajarannya itu adalah Manunggaling Kawula-Gusti, yang merupakan asli bagian dari budaya Jawa. Sebab Manunggaling Kawula-Gusti khususnya dalam konteks religio spiritual, menurut Ir. Sujamto dalam bukunya Pandangan Hidup Jawa (1997), adalah pengalaman pribadi yang bersifat “tak terbatas” (infinite) sehingga tak mungkin dilukiskan dengan kata untuk dimengerti orang lain. Seseorang hanya mungkin mengerti dan memahami pengalaman itu kalau ia pernah mengalaminya sendiri.

Dikatakan bahwa dalam tataran kualitas, Manunggaling Kawula-Gusti adalah tataran yang dapat dicapai tertinggi manusia dalam meningkatkan kualitas dirinya. Tataran ini adalah Insan Kamilnya kaum Muslim, Jalma Winilisnya aliran kepercayaan tertentu atau Satriyapinandhita dalam konsepsi Jawa pada umumnya, Titik Omeganya Teilhard de Chardin atau Kresnarjunasamvadanya Radhakrishnan. Yang penting baginya bukan pengalaman itu, tetapi kualitas diri yang kita pertahankan secara konsisten dalam kehidupan nyata di masyarakat. Pengalaman tetaplah pengalaman, tak terkecuali pengalaman paling tinggi dalam bentuk Manunggaling kawula Gusti, yang tak lebih pula dari memperkokoh laku. Laku atau sikap dan tindakan kita sehari-hari itulah yang paling penting dalam hidup ini.

Kalau misalnya dengan kekhusuk-an manusia semedi malam ini, ia memperoleh pengalaman mistik atau pengalaman religius yang disebut Manunggaling Kawula-Gusti, sama sekali tidak ada harga dan manfaatnya kalau besok atau lusa lantas menipu atau mencuri atau korupsi atau melakukan tindakan-rindakan lain yang tercela. Kisah Dewa Ruci adalah yang menceritakan kejujuran dan keberanian membela kebenaran, yang tanpa kesucian tak mungkin Bima berjumpa Dewa Ruci.

Kesimpulannya, Manunggaling Kawula-Gusti bukan ilmu melainkan hanya suatu pengalaman, yang dengan sendirinya tidak ada masalah boleh atau tidak boleh, tidak ada ketentuan/aturan tertentu, boleh percaya atau tidak percaya.
Kita akhiri kisah singkat tentang Syekh Siti Jenar, dengan bersama-sama merenungkan kalimat berikut yang berbunyi : “Janganlah Anda mencela keyakinan/kepercayaan orang lain, sebab belum tentu kalau keyakinan/kepercayaan Anda itu yang benar sendiri”.*

Sidang para Wali

Sunan Giri membuka musyawarah para wali. Dalam musyawarah itu ia mengajukan masalah Syeh Siti Jenar. Ia menjelaskan bahwa Syeh Siti Jenar telah lama tidak kelihatan bersembahyang jemaah di masjid. Hal ini bukanlah perilaku yang normal. Syeh Maulana Maghribi berpendapat bahwa itu akan menjadi contoh yang kurang baik dan bisa membuat orang mengira wali teladan meninggalkan syariah nabi Muhammad. Sunan Giri kemudian mengutus dua orang santrinya ke gua tempat syeh Siti Jenar bertapa dan memintanya untuk datang ke masjid. Ketika mereka tiba,mereka diberitahu hanya ALLAH yang ada dalam gua.Mereka kembali ke masjid untuk melaporkan hal ini kepada Sunan Giri dan para wali lainnya.Sunan Giri kemudian menyuruh mereka kembali ke gua dan menyuruh ALLAH untuk segera menghadap para wali. Kedua santri itu kemudian diberitahu, ALLAH tidak ada dalam gua, yang ada hanya Syeh Siti Jenar. Mereka kembali kepada Sunan Giri untuk kedua kalinya. Sunan Giri menyuruh mereka untuk meminta datang baik ALLAH maupun Syeh Siti Jenar. Kali ini Syeh Siti Jenar keluar dari gua dan dibawa ke masjid menghadap para wali. Ketika tiba Syeh Siti Jenar memberi hormat kepada para wali yang tua dan menjabat tangan wali yang muda. Ia diberitahu bahwa dirinya diundang kesini untuk menghadiri musyawarah para wali tentang wacana kesufian. Didalam musyawarah ini Syeh Siti Jenar menjelaskan wacana kesatuan makhluk yaitu dalam pengertian akhir hanya ALLAH yang ada dan tidak ada perbedaan ontologis yang nyata yang bisa dibedakan antara ALLAH, manusia dan segala ciptaan lainnya. Sunan Giri menyatakan bahwa wacana itu benar,tetapi meminta jangan diajarkan karena bisa membuat masjid kosong dan mengabaikan syariah. Siti Jenar menjawab bahwa ketundukan buta dan ibadah ritual tanpa isi hanyalah perilaku keagamaan orang bodoh dan kafir.Dari percakapan Siti Jenar dan Sunan Giri itu kelihatannya bahwa yang menjadi masalah substansi ajaran Syeh Siti Jenar, tetapi penyampaian kepada masyarakat luas. Menurut Sunan Giri paham Syeh Siti Jenar belum boleh disampaikan kepada masyarakat luas sebab mereka bisa bingung, apalagi saat itu masih banyak orang yang baru masuk islam, karena seperti disampaika di muka bahwa Syeh Siti Jenar hidup dalam masa peralihan dari kerajaan Hindu kepada kerajaan Islam di Jawa pada akhir abad ke 15 M. Percakapan Syeh Siti Jenar dan Sunan Giri juga diceritakan dalam buku Siti Jenar terbitan Tan Koen Swie.

Pedah punapa mbibingung,
Ngangelaken ulah ngelmi,
NJeng Sunan Giri ngandika,
Bener kang kaya sireki,
Nanging luwih kaluputan,
Wong wadheh ambuka wadi.
Telenge bae pinulung,
Pulunge tanpa ling aling,
Kurang waskitha ing cipta,
Lunturing ngelmu sajati,
Sayekti kanthi nugraha,
Tan saben wong anampani.
Artinya:
Syeh Siti Jenar berkata, untuk apa kita membuat bingung, untuk apa kita mempersulit ilmu? Sunan Giri berkata, benar apa yang anda ucapkan, tetapi anda bersalah besar,karena berani membuka ilmu rahasia secara tidak semestinya.
Hakikat Tuhan langsung diajarkan tanpa ditutup tutupi. Itu tidaklah bijaksana. Semestinya ilmu itu hanya dianugerahkan kepada mereka yang benar-benar telah matang. Tak boleh diberikan begitu saja kepada setiap orang.

Ngrame tapa ing panggawe
Iguh dhaya pratikele
Nukulaken nanem bibit
Ono saben galengane

Mili banyu sumili
Arerewang dewi sri
Sumilir wangining pari
Sêrat Niti Mani

. . . Wontên malih kacarios lalampahanipun Seh Siti Jênar, inggih Seh Lêmah Abang. Pepuntoning tekadipun murtad ing agami, ambucal dhatêng sarengat. Saking karsanipun nêgari patrap ing makatên wau kagalih ambêbaluhi adamêl risaking pangadilan, ingriku Seh Siti Jênar anampeni hukum kisas, têgêsipun hukuman pêjah.

Sarêng jaja sampun tinuwêg ing lêlungiding warastra, naratas anandhang brana, mucar wiyosing ludira, nalutuh awarni seta. Amêsat kuwanda muksa datan ana kawistara. Anulya ana swara, lamat-lamat kapiyarsa, surasa paring wasita.

Kinanti

Wau kang murweng don luhung, atilar wasita jati, e manungsa sesa-sesa, mungguh ing jamaning pati, ing reh pêpuntoning tekad, santa-santosaning kapti.
Nora saking anon ngrungu, riringa rêngêt siningit, labêt sasalin salaga, salugune den-ugêmi, yeka pangagême raga, suminggah ing sangga runggi.
Marmane sarak siningkur, kêrana angrubêdi, manggung karya was sumêlang, êmbuh-êmbuh den-andhêmi, iku panganggone donya, têkeng pati nguciwani.
Sajati-jatining ngelmu, lungguhe cipta pribadi, pusthinên pangesthinira, ginêlêng dadi sawiji,wijanging ngelmu jatmika,neng kaanan ênêng êning.

Makalah Ana Al - Haq

Islam Sempurna Atau Islam Syirik
oleh :
M. Thoyib HM


LAA ILAAHA ILLAALLOH ada 12 huruf,

MUHAMMADAROSULULLOH ada 12 huruf,


Muhammad lahir di tanggal 12,
Muhammad meninggalkan dunia di tanggal 12,



Siang 12 jam,
Malam 12 jam,
Satu tahun 12 bulan,



Ijinkanlah di nomer yang ke dua belas ini aku bicara masalah CINTA,

Ada tujuh tahap yang mungkin akan kau lalui menuju CINTA,

1.Tahu

2. arofu.......mengenal

3. Qorib...dekat

4. Aqrob....lebih dekat

5. rindu...

6. Kasih sayang

7. Cinta



"Awaluddin Ma'rifatulloh",

awal-awalnya orang beragama adalah Mengenal Alloh,

bagi orang yang sekedar tahu,

belumlah dapat dikatakan beragama,

maka Ketika dia sudah Ma'rifatulloh,

mengenal tentang Alloh,

barulah dikatakan beragama,

Bagaimanakah setelah mengenalNya??,

Bagaimanakah supaya dekat ??,

Alloh memang dekat, bahkan lebih dekat daripada urat leher kita,

"Wananhnu aqrobu ilaihi min hablil warits",

maka perbanyaklah mengingat DIA,

"Dzikron katsiron",



apakah cukup itu saja kamu kerjakan ??,

mengingati DIA, memperbanyak mengingati DIA,

adalah jalan menuju ke aqroban,

menuju yang lebih dekat lagi,

terus menerus, terus menerus,

sampai satu ketika,

kerinduan akan datang kepadamu,

Dan bagi orang-orang yang merindu,

jika disebut namaNya saja,

akan bergetarlah hatinya.

Apa yang diperintahkan oleh yang dirindukan, pastilah dikerjakannya,

dan apa yang dilarang oleh yang dirindukan, pastilah dijauhi-nya,



Kemana engkau menghadap,

yang tampak adalah yang wajah yang engkau rindukan,
Tapi sudah sampaikah orang yang merindu,
ketika rindu berubah menjadi Kasih sayang,
Lihatlah Nabimu,
YESUS kata mereka,
Isa kataku,

ahli masalah Kasih Sayang,

ketika Ruhul Kudus sudah engkau tinggalkan,

dan engkau meneruskan perjalanan,



maka sampailah kamu,

ketika yang ada kebingungan dan kebingungan,

ISTIGHROK !!!

tenggelam dalam lautan cinta,



Jalaluddin rumi mengatakan "Aku Orang Tuhan",

Abu Yazid berucap,"Ana Alloh",

Al Halaj berteriak,"Ana al Haq",

Bukankah itu semuanya omongannya orang bingung?????


Bagi pecinta, peduli apa mereka dengan yang lainnya,

yang tampak di mata adalah YANG DICINTAI,


melihat kekiri yang tampak DIA,

melihat kekanan yang tampak DIA,

melihat ke atas yang tampak DIA,

melihat kebawah yang tampak DIA,

melihat kedirinya sendiri yang tampak DIA,



he..he..he...

aku jadi teringat sebuah lagu,

yang merusak akidah islamiyah,



he..he..he..

Aku makan ingat kamu,

Aku kerja ingat kamu,

Aku tidur ingat kamu,



Dasar...lagu Cinta.......



oohhhh......

tengelamlah.....tenggelamlah....

dalam kebingungan seorang pecinta......



ooh.....tuangkanlah segelas arak dalam pialaku,

biarkanlah kureguk anggur cintaMu,

'kan kunikmati setetes demi setetes rasa gundahku,

dan biarkanlah aku Mabok dalam pelukanMu,



hu....hu......hu........hu.......hu......hu......hu....





I will temporarily conclude the writing of my journey in this no. 12,



LAA ILAAHA ILLAALLOH consist of 12 letters,

MUHAMMADARROSULULLOH consist of 12 letters,



Muhammad was born on 12,

Muhammad passed away on 12,



Daytime is 12 hours, night is 12 hours, one year 12 months.



Allow me in this no. 12 to talk about LOVE,



There are seven stages possibly you will pass through towards LOVE,

1.. Cognizant
2.. arofu . know
3.. Qarib.. Close by
4.. Aqrab. closer
5.. Yearning.
6.. Compassion
7.. Love


"Awwaluddin ma'rifatullah",

The beginning of religious person is Knowing Allah,



For those who just cognizant, can't be said religious yet,

Only when he has Ma'rifatullah, Knowing about Allah, then he can be said
religious,

What would it be after knowing HIM??

How is it to be close by??



Allah indeed is close by, even closer than our jugular vein,

"Wanahnu aqrobu ilaihi min hablil warits",

So give increase in remembering Him,

"Dzikron katsiron",



Is it enough for you to do??

Remembering Him, give increase in remembering Him,

Is a way towards the closing by, towards the closer, and on and on.



Until one time, the yearning will come to you.

And whoever is yearning, if His name is mention, His heart will tremble.

Whatever is ordered by the One is yearned for, surely he will do.

And whatever is prohibited by the One who is yearned for, surely he will avoid.



Wherever you are heading, what appear is the face of one you yearn for,



But has he the one who yearn reached the destination???



When yearning change into compassion,



Look at your prophet,

JESUS they called him,

Isa I called him.



The expert of compassion,

When the Holy Spirit have been left behind,

And you continue the journey,



Then you will arrive,

What remains is confusion and confusion,

ISTIGHROK!!!

Drowning in the ocean of love,



Jalaluddin rumi said, "I am Man of God"

Abu Yazid said, "Ana Allah",

Al Hallaj outcry, "Ana al-Haq",



Aren't those are the saying of confused person???



For the lover, who cares about others?

What visible in the eyes is THE LOVED ONE,



Look to the left what visible is HIM,

Look to the right what visible is HIM,

Look up what visible is HIM,

Look down what visible is HIM,

Look to himself what visible is HIM,



He. he. he.

I then recall a song,

Which damaged aqidah islamiyah?



He. he. he.



I eat and remember you,

I work and remember you,

I sleep and remember you,



Is like that.. Love song...



Ooohhhh..

Sink.. Sink..

Into the confusion of a lover..



Ooh. pour a glass of wine into my cup,

Let me drink YOUR wine of love,

Let me enjoy drop by drop of my despondent and let me intoxicate in YOUR embrace



Hu. hu. hu. hu. hu. hu..

Pendidikan Sufi

Makalah Risalah Tauhid
Oleh :
M. Thoyib HM


“Syuhudul Katsrah Fiil Wahidah”
Artinya “ Pandang yang banyak didalam yang satu ”, artinya pandangan Allah kepada Muhammad pandangan Muhammad kepada Adam, pandang adam kepada Muhammad atau ummat.
Karena Muhammad itu mengandung rahasia Tuhan kita dan tuhan kita mengandung rahasia Muhammad., maka nabi itulah dititahkan tuhan kita menjadi nyawa sekalian ummanya, sekalian manusia badan Tuhan kita Azza wa Jallah yang sebenar-benarnya, sesuai dengan penjelasan Hadits Nabi Muhammad SAW yang menyatakan sebagai berikut :
Maa Zhahiratu Fii Syaiin Wa Zhahiratu Fiil Insan “.
Tidak pada sesuatu nyataku pada manusia, adapun seperti manusia itu rahasiaku dan aku adalah rahasianya”. Muhammad itu rahasia adam, dan aku adalah Rahasia Allah SWT. Dan Muhammad itu juga yang menjadi tubuh Allah dan merupakan juga tubuh sekalian yang bernyawa, maka itulah dia kuasa kepada Tubuh, dia juga bernama Muhammad SAW, dan dia juga bernama Zat juga bernama (Al – Fatihah) dia juga bernama Ummul Kitab dan dia juga bernama Al-Quran dan dia juga bernama Rahasia Allah, dan Muhammad, Al – Fatihah itu juga dinamakan Zhahir dan Bathin Al – Quran Karim.
Al – Fatihah itulah tempat orang mengenal dalil Al – Quran 30 juz, semua berhimpun kepada fatiha , artinya Iman Rasulullah SAW. Maka jikalau kita belum ketahui artinya fatihah itu belum sempurna kita mengerjakan perintahnya, atau mengerjakan kifayah, atau mengerjakan kifarat, atau mengajarkan orang ngaji atau fitrah atau sadaqah dan tidak terima Allah sekalian doanya, maka tiada kenal Fatihah berarti Tiada Kenal dengan Tuhannya.

Selasa, 25 Desember 2007

PERMULAAN KALIMAH

ARTIKEL PERMULAAN KALIMAH
Oleh :
M. Thoyib HM


Adalah “ Bismillahirrahmanirrahim”
Adapun huruf yang dijadikan atau dilahirkan Allah swt yang pertama-tama adalah huruf (….) karena hurut itulah yang permulaan dijadikan oleh Allah swt sekalian ala mini. Adalah huruf (BA). Maka dengan huruf BA inilah menjadikan Nabi, maka cahaya Nabi itu selama (6000tahu) cahaya itu dilimpahkan kepada Muhammad, baharulah menjadi hruf (ALIF), dan Muhammad itulah menjadi peringatan kepada kita didalam tubuhnya Adam, maka adam itulah yang zhahir didalam ala mini, adapun peringatan kita itu menjadi bhatin Adam sebenar-benarnya, dan peringatan kita menjadi tubuh yang zhahir dalam alam yang zhahir.
Firasatan itu menjadi bhatin, dan firasatan itu menjadi tubuh Tuhan kita yang zhahir, Tuhan kita bhatin sebenar-benarnya. Tuhan itu tempatnya didalam syir Allah, itulah dia kuat dan kuasa didalam syir. Maka tuhan kita inilah yang bernama : Huwal awwal – Huwal akhir – Huwaz zhahir – Huwal bhatin. “ Tuhan yang awwal – Tuhan yang akhir – Tuhan yang zhahir – Tuhan yang bhatin. Maka menjelaskan lagi dalil yang menyatakan :
“Syuhudul wahidah fiil katsrah”.
Artinya : Pandang yang satu didalam yang banyak.
Dalil ini menunjukkan antara Allah dengan hamba ibaratkan antara Tuhan Azza wa Jalla dengan Muhammad, ibaratkan lagi seperti matahari dengan panasnya, sehubungan dengan itulah yang dimaksud badan Tuhan itu menjadi nyawa Muhammad yang sebenar-benarnya, adapun Tuhan Azza Wa Jallah itu didalam Muhammad, maka Muhammad itu nyawa Adam, justru itulah Muhammad itu nyawa sekalian ummatnya adalah merupakan juga nyawa sekalian alam ini. Karena dari itulah Allah ghaib kepada Muhammad, dan sebaliknya Muhammad ghaib kepada Allah, karena itulah dia Tuhan sendirinya. Maka itulah nyawa Allah dan Allah itulah nyawa Muhammad dan nyawa Muhammad itu juga nyawa Adam sampai turun – menurun kepada ummat seterusnya.

Ujudnya Allah SWT

Makalah Ujud Allah Risalah Tauhid
Oleh
M. Thoyib HM


Ujudnya Allah SWT yang terdiri daripada 7 Bahagian diantaranya :
1. Diri yang terdiri sendirinya
2. Diri yang terperi
3. Diri yang terjeli
4. Diri yang Ma`rifat
5. Diri Tauhid
6. Diri Islam
7. Diri Iman
Termasuklah didalam kalimah Tauhid yakni :
a. Tauhid Zat
b. Tauhid Sifat
c. Tauhid Asma`
d. Tauhid Af`al
Makna Badan
1. Badan Allah itu menjadi firasatan kepada kita, yakni tuhan Azza wa Jalla
2. Badan Nabi itu menjadi Peringatan kepada diri kita ini
3. Badan Muhammad itu menjadi nafas pada diri kita
4. Badan Adam itu menjadi tubuh pada kita, kulit daging, tulang dan dada.
Seperti Firman Allah SWT dalam Hadist Qudsi :
“Ana Baathinu Abdii Fahuwa Rabbi – Azharu Rabbi fahua Abdii.”
Allah rahasia hamba maka rahasianya hamba adalah Allah – nyatanya Allah maka nyatanya didalam Hamba.
1. Penjelasan Tentang Badan Tuhan
Badan Tuhan yang menjadi firasat kepada kita, yang berasal dari pada ruh qudus, merupakan rahasia kepada kita rahasia kepada Allah, rahasia itu didalam ubun-ubun menjadi akal kepada kita menjadi zat kepada tuhan yang merupakan ma`rifat maqam daripada insan kamil, kesempurnaan daripada makhluk – makhluk lainnya, Pangkat Rasulullah didalam dunia, raja didalam akhirat kelak, menerangi alam dunia dan menerangi alam akhirat, kaya didalam dunia dan kaya didalam akhirat, bertemu Allah didalam dunia dan bertemu Allah diakhirat. Maka daripada itu didalam mengambil kesimpulan, yakin dan renungkanlah tentang diri kita masing-masing sesuai dengan penjelasan yang telah diungkapkan oleh Allah sebagai berikut :
Bermula melihat Tuhan itu didalam dunia ini terlebih nyata daripada melihat Allah didalam akhirat. Yang dikaitkan didalam firman Allah Sebagai berikut :
“Dan mengapa engkau tidak melihat akan daku dan bersertamu, itulah sebagai tindak bagimu”.


2. Penjelasan Tentang Badan Muhammad
Menjadi diri tauhid yang berasal dari Ruh Rubani berada didalam jantung alam jabarut menjadi nafas bagi diri kita, merupakan shifat bagi Allah atau pekerjaan baik yang merupakan nafsu bagi diri kita masing-masing
Nafsu itu terbagi atas empat nafsu
a. Nafsu Amarah yakni nafsu segala syaithan
b. Nafsu Sawiyah yakni nafsu segala binatang
c. Nafsu luwwamah yakni nafsu segala malaikat
d. Nafsu Muthmainnah yakni nafsunya Nabi SAW
Maka dari itu nafsu yang terbaik dan termulia adalah nafsu muthmainnah, nafsunya nabi Muhammad saw, justru dari itu jadikanlah nafsu kita ini dengan nafsu tersebut atau apabila ingin mendapatkan keridhaan dari Allah SWT sesuai dengan keterangan firman Allah didalam Al-quran yang menjelaskan yang artinya sebagai berikut :
“ Wahai hati yang tenang kembalilah engkau kepada Tuhan dengan ridha dan di ridhai”.
3. Penjelasan Mengenai Badan Adam
Menjadi diri islam – iman – tauhid dan ma`rifat yang berasal dari ruh nurani, menjadi pada diri bagian kulit – daging – tulang – dan darah dan juga menjadi qudrat, iradat, ilmu, hayat bagi Allah dan merupakan rahasia yang tersembunyi yang dapat diketahui oleh Wali Allah dan Arif billah dan bagi orang yang dianugrahi oleh ilmu dari Allah, maka dari itu jangan sak atau ragu dalam mengambil suatu keputusan didalam bertauhid kepada Allah, Nabi bersabda yang artinya :
“ Pikirkan oleh mu pada segala yang dijadikan Allah dan jangan kamu pikirkan pada diri Zat Allah”.
Dan dijelaskan lagi sabda Nabi yang artinya sebagai berikut :
“Barangsiapa melihat sesuatu padahal tiada melihat Allah didalamnya maka ia itu sia-sialah penglihatannya.”.
Maksud Hadis ini, pandangan Tuhan sekalian ummatnya Haq aku semuanya dan pandangan hambaku pada tuhannya jangan diberi dua pandangan semata-mata hanya satu pandangan saja. Maka kesimpulan yang sebenar-benarnya dalam pandangan ibaratkan pandangan tuhan hanya dengan firasatan sedangkan pandangan nabi itu pandangan dengan peringatan, pahamilah dengan sebaik- baiknya jangan sampai salah paham.

Sabtu, 22 Desember 2007

Permulan Manusia

Artikel Permulaan Manusia

Oleh :

M. Thoyib HM



Adapun permulaan kita dijadikan Allah SWT yang berasal dari empat buah kitab

1. Kitab Wadu

2. Kitab Wadi

3. Kitab Mani

4. Kitab Ma`nikam

  1. Wadu itu asalnya menjadi tubuh kepada kita Kitabnya bernama Jallah (Taurat) Nabinya Musa AS diturunkan pada malam keenam bulan ramadhan, jaraknya antara Shuhub Nabi Ibrahim AS 700 Tahun. Sedangkan kalimahnya, kalimah Nafi, pujinya Laa Ilaha Illallah.

“ Dia mengakui tiada tuhan yang wajib disembah melainkan Allah SWT ”.

  1. Wadi itu asalnya menjadi hati kepada kita kitabnya Zabur nabinya Daud AS diturunkan pada 21 Ramadhan, jaraknya antara kitab Taurat selama 500 tahun, sedangkan kalimahnya, kalimah Munfi pujinya kalimah Munfi Allah – Allah – Allah – Allah.
  2. Mani itu asalnya menjadi nyawa kepada kita kitabnya bernama Injil, nabinya Isa AS diturunkan pada 12 bulan Ramadhan. Jaraknya antara kitab Zabur selama 1200 Tahun, sedangkan kalimahnnya, kalimah Isbat, pujinya kalimah Isbat Hu Allah – Hu Allah – Hu Allah – Hu Allah.
  3. Ma`nikam asalnya menjadi Peringatan kepada kita Kitabnya bernama Furqan (Al-Quran), nabinya Muhammad Rasulullah SAW, diturunkan pada 27 Bulan Ramadhan, jaraknya antara kitab Injil selama 600 tahun, sedangkan kaimahnya Kalimah Misbat, pujinya kalimah Misbat adalah Alif – Alif – Alif – Alif.

Awal Kejadian Manusia

Awal Kejadian Manusia

Oleh :

M. Thoyib HM


Hidup itu ada sendirinya : Ganah Namanya hidup itu berdiri dengan sendirinya Zat semata-mata namanya kala hidup itu dia sendirinya La Ta`yun akan namanya sudah itu tatkala cahayanya ada pada ubun-ubun Bapak Tuftha Ghaib akan namanya. tatkala turun daripada ubun-ubun bapak Fha`asat Allah akan namanya tatkala tetap/sabit didalam dada bapaknya : Syiir Allah akan namanya, tatkala tersembunyi Kunta Kannan Mukhfiyan namanya tatkala zhahir kepada pusat bapaknya : Hidup Mati akan namanya, tatkala luruh didalam Qalam bapaknya Ma`nikam akan namanya diujung Qalam bapaknya Tuhfah akan namanya, jatuh didalam rahim ibunya Alif Allah akan namanya, sehari semalam didalam rahim ibunya Allah akan namanya Hu akan pujinya artinya Hu itu hidup serta zatnya tiga hari tiga malam di dalam rahim ibunya Nur Allah akan namanya Haq akan pujinya, artinya hidup serta cahayanya , tatkala tujuh hari tujuh malam didalam rahim ibunya Syuun akan namanya Inna Lillah akan pujinya artinya hidup serta rasanya empat puluh hari empat puluh malam didalam rahim ibunya Rasulullah dan juga Siiru Maadain namanya. Subhanallah akan pujinya, artinya hidup itu serta nafsunya, tujuh bulan didalam rahim ibunya, Insan Kamil akan namanya Allahu Akbar akan pujinya, tatkala sudah lengkap didalam rahim ibunya Fayakun Haq namanya, sembilan bulan didalam rahim ibunya Adam namanya La ilaaha Illallah akan pujinya, artinya hidup, sembilan bulan sepuluh hari manusia atau Shalih Mukmin namanya Alhamdulillahi rabbil `Alamiin akan pujinya, baharulah nur itu hidup serta dengan nyawa, diapun menangis Dalilullah akan namanya. apabila nur itu sudah tahu merangkak Jamalullah akan namanya, apabila nur itu sudah tahu berjalan baharulah Muhammad Rasulullah SAW jika sudah sempurna Akalnya Nur Muhammad itu baharulah dia bernama Ruh Idhafi karena Nur Muhammad itu keluar daripada Ruh Rasulullah maka Nur Muhammad itu zat Rasulullah SAW itulah yang dinamakan permulaan dan kesudahan, sesuai dengan pernyataan : Huwal Awwalu wal Akhiru Wa Zhahiru Wa Bhatin. "Dia yang Awal dia yang akhir dan dia juga yang nyata dan juga tersembunyi".

Rabu, 19 Desember 2007

Awal Kejadian Manusia

Awal Kejadian Manusia

Oleh :

M. Thoyib HM


Bismillahirrahmanirrahim

"awwaluddin Ma`rifatullah". permulaan agama itu mengenal Allah
1. Permulaan kita dijadikan Allah SWT
sebelum Allah menjadikan bumi dan langit, Arasy, kursi, laut dan darat, neraka dan surga. Allah bersabda tatkala Allah melimpahkan cahaya daripada sir dirinya nuraninya :
" Al-insan syiirihi wa syirihi wa shifatihi". manusia itu rahasiaku dan aku rahasia adalah rahasianya.
maka Allah yang berdiri sendiri lagi bersatu dengan sendirinya. maka barulah Tuhan berwasiat kepada nabi "wahai Kekasihku inilah nama engkau yang lahir daripada ku " Syirullahi payakuun" wahai kekasihku inilah namaku (...) maka barangsiapa tahu akan namaku disurgalah tempatnya, maka dari itu ketahuilah olehmu. adapun hidup itu tiada lawannya. hidup itu belum awal, hidup itu ghaib, ghaib hidup itu tiada lawannya, hidup itu belum zhahir, namanya, hidup itu tiada dengan sesuatu, hidup itu belum Laiilaahazhahir miskillah namanya, hidup itu tiada dengan rupanya. hidup itu belum Qadim Haq Muthlaq akan namanya, hidup itu belum Muhdats haq subhana ta`ala akan namanya, hidup itu mahasuci adanya, hidup itu tersembunyi Wajibul Guyub namanya

Visit this site.
Template by : Kendhin x-template.blogspot.com